Kamis, 24 Oktober 2019

"Desa di Dalam Mimpi"



Di suatu pagi yang cerah aku dan sahabatku Dea berencana melakukan traveling ke suatu Desa yang sama sekali belum pernah kita kunjungi. Kami mengunjungi sebuah Desa di bagian Provinsi Sumatera tetapi kita tidak tahu persis dimana letak Desa tersebut. Aku ambil ransel dan perlengkapan kemudian kami berangkat dengan mengendarai mobil jip yang sebenarnya kami sendiri tidak mengenal siapa pemilik mobil jip tersebut. Jip itu tampak terlihat tua sama seperti sopir pemilik mobil Jip tersebut. Kami menelusuri jalan setapak yang masih merah melewati hutan-hutan yang masih sangat alami, melewati tanjakan dan turunan tebing jalanan, sisi kiri-kanan jalan tak ada satupun perkampungan, semua terlihat hutan yang lebat yang membentuk perbukitan yang sangat indah, sesekali kami melihat aliran sungai yang sangat jernih. Di perjalanan terlihat sang mentari bersinar dari celah-celah dedaunan, suara burung terdengar ceria saling bersahutan. Udara yang dingin menyergap tubuh kecil kami saat perjalanan.

Tiga jam kemudian kami tiba pada suatu area yang terlihat bersih dan datar, dibawah pohon yang rindang terdapat beberapa tempat duduk yang terbuat dari kayu, juga berdiri dua buah batu lonjong yang sangat besar ketika akan memasuki lapangan tersebut, seolah-olah batu tersebut merupakan pintu gerbang masuk di area tersebut.
"Neng, kita sudah tiba di perbatasan Desa" Ucap bapak tua yang turun dari mobil.
Aku dan Dea pun langsung mengambil tas ransel kemudian turun dari mobil jip tua tersebut. Aku memeriksa sekitar area tersebut, tampak dari sisi kiri-kanan, depan-belakang tidak tampak perkampungan ataupun tanda-tanda bahwa terdapat pedesaan di sekitar hutan tersebut.
"Mau istirahat dulu atau lanjut"? Tanya pak tua itu pada kami.
"Istirahat sebentar pak"Ucapku.
"Oh iyaya, silahkan" Ucap pak tua yang tampak duduk di bawah pohon rindang itu.
Aku tampak mengamati pak tua itu, ia memang terlihat tampak tua tetapi semangatnya seperti anak muda. Tetapi aku juga berfikir sebenarnya pak tua ini siapa? dan kenapa beliau mengantar kami menuju Desa ini. Sedangkan Dea sendiri tampak sibuk memotret gambar disekitar area.

Tak lama setelah istirahat pak tua itu mengajak kami untuk melanjutkan perjalanan, kami pun mengikuti jejak langkah pak tua itu dari belakang. Kita melewati jalan setapak yang sangat kecil yang hanya cukup untuk satu orang ketika berjalan, jalan tersebut yang pastinya masih tanah merah dimana di sisi kiri-kanan terdapat rerumputan liar dan hutan belantara. Pak tua tersebut dibarisan paling depan memimpin perjalanan kami, sedangkan aku berada di baris ketiga.
"Pak, hutan ini aman tidak ya? ada hewan buas tidak pak?"Tanyaku pada pak tua.
"Di. kamu tuh apaan sih tanyanya gitu, gak boleh tanya sembarangan" Jawab Dea dengan cekat.
"Kan aku cuma tanya, biar waspada"Jawabku tampak manyun.
"Di setiap hutan yang masih alami tentunya ada hewan buasnya neng, tetapi tinggal bagaimana cara  dan sikap kita agar tidak mengganggu mereka" Timpal pak tua itu.
"Ohh iya juga sih pak"Jawabku.
Kami terus menyusuri jalan yang tak tahu ujungnya ada dimana. Aku menikmati perjalanan ini, suasana hutan yang sejuk, kicauan burung yang saking bersahutan dan sesekali kami melihat monyet yang bergelantungan di pepohonan seolah-olah menyapa kami, walaupun sesekali terlintas pikiran buruk yang menghampiri.
"Bagaimana jika tiba-tiba ada hewan buas yang menghampiri dan memakan kami? Sungguh, aku belum siap mati"Ucapku dalam hati yang terasa merinding membayangkannya.
"Pak, perjalanan masih jauh ya?" Tanya Dea pada pak tua.
"Tidak Neng, mungkin beberapa menit lagi kita sampai". Jawab pak tua itu yang terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.
"Lumayan jauh juga ya pak"Ucapku.
"Iya lumayan, Tidak apa-apa lah sambil olahraga. Anak muda harus aktif dan banyak jalan masa kalah sama bapak"Timpal pak tua padaku sembari dengan nada renyah dan mengejak kami.
"Iyajuga sihh pak" Jawabku sembari nyengir.

Kami terus berjalan melewati jalan, menuruni bukit-bukit kemudian naik lagi, melewati jalanan yang curam. Kemudian tibalah kami pada ujung jalan setepak, tampak terlihat sisi kiri jalan terdapat jurang yang sangat curam sedangkan sisi kanan jalan lereng perbukitan hutan yang sangat miring dimana dibawahnya terdapat jurang yang sangat mengerikan dan bagian paling bawah tampak terlihat aliran sungai yang besar. Melihatnya saja membuatku pusing karena aku sendiri takut pada ketinggian. 
"Kita sudah tiba diujung jalan setapak ini Neng. Tetapi kita belum sampai hingga ke Desanya" Ucap pak tua itu pada kami.
Kami tampak duduk disisi kanan jalan dan mendengarkan pak tua yang sedang berbicara itu.
"Jadi setelah kita istirahat sejenak, kita harus melanjutkan perjalanan kita melewati lereng tebing ini agar kita bisa tiba di Desa itu"Ucap pak tua itu pada kami.
"Bagaimana bisa melewati lereng tebing ini pak. Jalannya sangat curam, tidak ada pengaman disisi jalan,  sangat berbahaya, jika terjatuh kedalam jurang itu bagaimana?" protes Dea pada pak tua.
Belum sempat pak tua itu menjawab aku sudah menambahkan protesku."
"Iya benar pak ucapan Dea, jika kita terpeleset sedikit saja kita bisa mati pak. Jalannya mengerikan pak, kita lewat jalan lain saja pak! Aku tidak ingin terjatuh dan aku belum siap mati pak"Ucapku menegaskan pada pak tua itu.
Kemudian pak tua itu tersenyum padaku,
"Untuk itu jangan terjatuh dan jangan mati. Disini tidak ada jalan lain menuju Desa itu selain lereng curam ini. Ini jalan yang sering saya lewati ketika berkunjung ke Desa itu dan jika kalian benar-benar ingin ke Desa itu silahkan ikuti saya atau kalian segera berkemas sajaa kembali ke kota".
Akupun terdiam mendengar perkataan pak tua itu. Tak lama setelah istirahat pak tua tampak memeriksa ujung jalan setapak itu dan memastikan agar jembatan kecil menuju jalan lereng  tersebut bisa dilewati oleh kami berdua.
"Mari ikuti saya dan tasnya bapak yang bawa". pak tua itu mengambil tas ransel yang aku bawa dan berjalan melewati jembatan kecil yang menghubungkan jalanan datar menuju jalan yang miring di lereng tebing itu. Jembatan kecil tersebut terbuat dari kayu-kayu yang diikat kemudian diletakkan diantara kedua jalan tersebut, jembatan itu terlihat rapuh mungkin usianya yang sudah cukup lama.

Aku dan Dea terus mengikuti langkah kaki pak tua itu, selangkah-demi selangkah penuh dengan kehati-hatian. Aku hanya fokus pada langkah kakiku, tak sedikitpun aku menoleh kesana-kemari karena sesungguhnya aku takut pada ketinggian. Tiba ketika aku melangkahkan kaki pada bagian lereng yang agak tinggi tak sengaja aku melihat kebawah dan tiba-tiba aku juga hilang keseimbangan, kakiku terpeleset. Aku panik dan berteriak tetapi dengan sigap aku juga meraih beberapa akar pohon dan berpegangan pada akar itu, aku merasa terselamatkan. Pak tua dan Dea juga sontak terkejut melihat kejadian yang aku alami kemudian mereka mengarahkanku untuk tetap tenang dan tidak panik.
"Pak tolong aku" Ucapku dengan suara yang melirih karena taku dan terkejut.
"Tenang, pegang akar pohonnya. Naik pelan-pelan ke jalan setapak" Pak tua mengarahkanku.
Aku terdiam membayangkan bagaimana jika aku terjatuh kedalam jurang itu lalu dimakan hewan yang ada di sungai itu, sangat menyeramkan. Aku berusaha menenangkan diriku, mencoba untuk fokus dan memikirkan bagaimana aku harus kembali ke jalan setapak itu. Tampak kulihat pak tua dan Dea menyemangatiku dari lereng tebing itu. Tanpa henti air mataku mengalir karena ketakutanku terjatuh. Aku berusaha meraih akar-akar pohon untuk mencapai jalan semula dan pada akhirnya aku bisa mencapai jalan tersebut dan lagi-lagi aku seperti tak punya tenaga. Pak tua memberikanku air minum yang diambil dari dalam tasku,
"Neng, baik-baik aja kan? Tidak apa-apa." Ucapnya.
Aku hanya diam seribu kata dan air mata terus mengalir. Ingin rasanya ku mengumpat pak tua ini, pertanyaan seperti apa itu. Bagaimana bisa pak tua ini mengatakan baik-baik saja sedangkan airmataku bercucuran seperti air hujan. Tapi disisi lain aku sudah tak memiliki tenaga untuk berkata-kata.
"Masih jauh pak perjalanannya" Tanya Dea pada pak tua itu.
"Tidak neng, lima menit lagi kita sudah tiba" Jawab pak tua.
Aku memberi kode Dea agar memberitahu pak tua melanjutkan perjalanan lagi.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan kami dengan sisa-sisa tenaga yang aku miliki. Ternyata benar lima menit kemudian kita tiba diujung jalan miring lereng, tampak diujung depan terdapat jalan yang datar. Terdapat bebatuan besar yang membentuk seperti pintu gerbang kerajaan. Dimana di depan bebatuan tersebut tampak bunga yang beranekaragam yang sedang bermekaran dan terlihat sangat indah dan tampak kupu-kupu beterbangan diantara bunga-bunga. Rasa takut yang ada pada diriku seakan-akan sirna secara tiba-tiba karena melihat betapa takjubnya aku melihat tempat itu. Luar biasa menakjubkan, aku belum pernah melihat taman bunga seindah ini.
"Neng, kita sudah sampai di Desa yang Neng maksud"Ucap pak tua yang sedang mengambalikan tas ransel padaku.
"Pak, ini Desa nya?"Tanyaku.
"Iya Neng, ini Desanya" Jawabnya.
"Kalian bisa menikmati pemandangan di Desa ini dan kalian bebas ingin melakukan apa saja, menginap dimana saja dan mengambil apa saja tetapi kalian tidak boleh merusak alamnya ya" Ucap pak tua itu panjang lebar.
"Baik pak"Ucapku.
"Kalian silahkan menikmati perjalanan kalian, hari ketiga nanti saya jemput kembali. Saya hari ini langsung kembali" Ucapnya pada kami.

Setelah menjelaskan panjang lebar, pak tua itupun kembali dan kami pun melanjutkan perjalanan kami memasuki Desa itu.
Setelah memasuki bagian gerbang pertama, disana terdapat taman bunga yang sangat indah dilengkapi dengan gubuk kecil yang terbuat dari bambu. Suasana taman tersebut tampak sangat sepi, tak seorangpun  berada di taman itu.
"Nyai, apakah aku bermimpi? Apakah sekarang kita ada disurga?"Tanyaku pada Dea
Dea pun merasa heran dengan sikapku dan kemudian ia tertawa terbahak-bahak melihat sikapku.
"Ia, kamu mimpi"Ucap Dea padaku.
Kamipun berjalan mengelilingi taman bunga itu, memotret bunga-bunga itu. Aku merasa taman ini adalah balasan dari jatuhku dilereng yang miring itu. 

Setelah selesai mengeliling taman kami berjalan dan menemukan gerbang berikutnya yaitu dimana dibalik gerbang ini terdapat perkampungan kecil yang dilengkapi dengan persawahan, aliran sungai yang begitu jernih yang tapak terlihat ikan-ikan hilir-mudik menelusuri sungai, gunung, kebun teh yang terlihat dari kejauhan, semua terlihat sempurna. Sungguh perjalanan yang tidak akan pernah  terlupakan.

~The End~


Cerpen ini berasal dari mimpi di siang bolongku yang tampak terlihat nyata wkwkwk.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Mlaku-mlaku Nang Kota Pacitan & Yogyakarta"

Hallo. Ini pertama kalinya aku memposting tulisan perjalananku. Kali ini aku ingin bercerita mengenai perjalananku ke kota yang sangat spe...